Advokat dan Wakil Rektor III UISB
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Padang menggelar halal bihalal, Jumat 25 April 2025. Rapat anggota tahunan juga, di waktu yang sama. Banyak advokat yang hadir, terutama yang muda-muda.
Sepengetahuan saya, di luar kegiatan musyawarah cabang yang digelar sekali 5 tahun, inilah acara Peradi Padang yang paling banyak pesertanya, lebih kurang 200 orang. Senang benar saya bertemu banyak rekan-rekan seprofesi.
Sebagai ketua DPC, saya memberikan sambutan. Saya menyampaikan soal integritas dan martabat profesi. Yang saya sampaikan ini sangat aktual. Cocok dengan kejadian beberapa hari yang lalu: ditangkapnya 2 orang advokat dalam kasus impor Crude Palm Oil (CPO) yang diputus lepas (onslag).
Intinya, dalam sambutan itu, saya sampaikan bahwa tertangkapnya 2 orang advokat itu mesti jadi pelajaran bagi kita semua. Penangkapan itu jadi bukti: slogan Officium Nobile (profesi terhormat) belum dijiwai sebagian advokat, tapi masih jadi sekadar hiasan bibir saja.
Advokat memang menggunakan Officium Nobile sebagai slogan. Dari slogan itu tergambar semangat profesi. Maknanya, advokat tidak boleh memilih-milih kasus atau perkara yang akan ditanganinya, kecuali atas nama konflik kepentingan. Tidak peduli yang datang itu orang miskin atau orang kaya. Juga, advokat tidak menggantungkan syarat penanganan kasus atau perkara berdasarkan agama dan ras.
Karena profesi yang disandangnya terhormat, seorang advokat tidak akan menjual integritasnya dengan harga murah. Tidak akan direndahkannya martabatnya hanya sekadar untuk memenangkan kasus atau perkara yang ditanganinya.
Penangkapan advokat bukan terjadi sekarang saja. Sudah sejak lama. Menurut catatan Indonesian Corruption Watch (ICW), sejak tahun 2005 sampai 2018, sebanyak 22 advokat terjerat kasus pidana (Kumparan.com, 14/1/2018). Jumlah itu bertambah jadi 29 sampai tahun 2025 (Dikutip dari berbagai sumber).
Alasan penangkapan advokat itu macam-macam. Ada yang merintangi proses hukum, bersekongkol dengan kliennya melakukan tindak pidana, dan menyuap hakim atau pihak pengadilan untuk dan atas nama kliennya. Yang terakhir yang paling banyak.
Advokat menyuap hakim atau orang-orang pengadilan sangat merendahkan martabat advokat itu sendiri. Sejatinya, advokat penyuap hakim bukanlah advokat, tapi calo atau tukang pakang. Tukang pakang eksis dan termasuk profesi yang sah dalam dunia bisnis. Misal, tukang pakang bisnis jual-beli rumah.
Advokat memang bebas dan mandiri dalam menjalankan profesinya. Tapi, bukan berarti mereka bebas dan mandiri menyuap hakim dan orang-orang pengadilan untuk memenangkan kliennya.
Bebas dan mandiri dalam berpenampilan bolehlah. Mau berkepala plontos selicin-licinnya, rambut yang diperbagai-bagaikan, berjas warna-warni menyilaukan mata, bercincin dan berkalung besar atau bersepatu beda warna kiri dan kanan, silakan saja. Ini saja yang tidak boleh: menjadi tukang pakang perkara.
Memakangi perkara itu sama dengan membisniskan hukum. Itu jelas merusak tatanan hukum dan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kepada para advokat muda sering saya sampaikan: seorang advokat yang memilih bidang hukum binis itu baik, tapi mendalami bisnis hukum (membisniskan hukum) sangatlah tidak baik. Itu pekerjaan hina yang sangat merendahkan martabat profesi advokat.
Mari kita jiwai dan praktikkan slogan advokat sebagai profesi Officium Nobile dengan sepenuh hati.
Padang, 28/04/2025
Komentar0