Badan Persiapan Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau (BP2DIM) dalam siaran persnya yang diketuai Prof. Dr. H. Masri Mansoer, M.Ag dan Sekjen, Anton Pratama, S.E, dan diterima media ini, Kamis (8/5/2025), menyatakan bahwa Provinsi DIM adalah kebutuhan mendesak yang bertujuan revitalisasi masyarakat dalam segala aspek kehidupan.
Peluang revitalisasi kultural dan hak-hak tradisional dimaksud telah diatur secara konstitusional yang berlaku di NKRI. Secara konstitusional menurut ketentuan Pasal 18B UUD RI 1945 :
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang.
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam undang-undang.
Merujuk pada UUD 1945 ini perjuangan DIM memiliki landasan konstitusional yang kuat sehingga kemunduran poleksosbud di Minangkabau memperoleh peluang untuk di atasi secara konstitusional.
Fenomena terjadi kemunduran masyarakat Minangkabau secara gradual dalam lima dekade terakhir telah menimbulkan keprihatinan semua pihak di Minangkabau maupun secara Nasional. Dalam masalah ini, posisi Minangkabau dan NKRI berada dalam satu “kubu” perjuangan yang sama.
Mustahil solusi revitalisasi Minangkabau dapat dicapai jika berjuang secara sendiri-sendiri. Dengan demikian, sinergitas antara Minangkabau dan NKRI adalah mutlak. Sinergitas dimaksud harus dibangun secara efektif dan efisien dengan memperhatikan dinamika kultural di Minangkabau dalam menuju the wealth of nation.
Menindaklanjuti rencana pemerintah pusat melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk sosialisasi Sertifikasi Tanah Ulayat (STU) di Provinsi Sumatera Barat yang melingkupi Wilayah Adat Minangkabau, maka BP2DIM menyampaikan pokok-pokok fikirannya sebagai berikut:
- Pertama, Tanah Ulayat adalah tanah milik Masyarakat Adat Minangkabau berupa Tanah Ulayat Suku, Tanah Ulayat Kaum, Tanah Ulayat Nagari, dan Tanah Ulayat Rajo. Tanah Ulayat dimaksud di bawah naungan Ampek Jinih yang terdiri dari Penghulu, Manti, Dubalang, dan Malin.
- Kedua, berhubung Tanah Ulayat bersifat spesifik Local Wisdom Masyarakat Adat Minangkabau, maka Pemda Sumbar harus menegosiasikan kepada Kementerian ATR/BPN untuk menciptakan bentuk Sertifikasi Khusus Tanah Ulayat (SKTU) pula, dengan kaidah kekhususan antara lain ;
(a). Tetap atas nama Komunal, bukan perorangan.
(b). Pengawasan melekat oleh Tigo Tungku Sajarangan (TTS). (c). Penegasan Hukum Tertulis bahwa SKTU tidak boleh pindah hak kemilikan dan dijualbelikan.
- Ketiga, BP2DIM menyarankan bahwa sebelum pemerintah provinsi Sumatera Barat mendukung rencana pemerintah pusat mengenai SKTU, sebaiknya mendiskusikan dulu dengan Tungku Tigo Sajarangan (TTS), akademisi, dan seluruh komponen masyarakat agar dilapangan tidak terjadi kendala maupun pro dan kontra dalam masyarakat.
- Keempat, BP2DIM mendukung untuk pendataan awal (maping) seluruh Tanah Ulayat di Sumbar guna membuat registrasi yang akurat sehingga tidak hanya sekedar konvensi belaka.
- Kelima, masalah SKTU tidak dibawa ke ranah politik praktis, akan tetapi harus menimbang kepentingan semua pihak baik kepentingan pemerintah pusat, pemerintah Sumbar, maupun kepentingan para pemegang hak tanah ulayat dimaksud.
- Keenam, BP2DIM memandang Tanah Ulayat sebaiknya menjadi produktif dengan agumentasi:
(a). Dari pandangan agama melarang keras adanya tanah terlantar tanpa dikelola dengan baik.
(b). Perkembangan penduduk yang pesat sehingga jumlah anak kamanakan yang makin banyak memerlukan biaya hidup, pendidikan, kesehatan, modal usaha, dan kehidupan yang sejahtera. (c). Tanah Ulayat harus diprotek dengan kuat oleh kekuatan adat dan agama.
(d). Hanya sebatas hak pakai.
(e). Investor internal dan eksternal diharapkan kelak mematuhi Regulasi yang ketat dan konstruktif yang di usulkan BP2DIM
(f). Secara akuntansi Tanah Ulayat hanya dicatat sebagai “Post Penyertaan” sehingga hasil berupa Deviden
digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan komunal pemilik hak Tanah Ulayat.
"Marilah masyarakat Sumatera Barat dan Suku Minangkabau di Ranah dan Rantau bersatu padu, mulai bertindak serempak membawa perubahan. Masa depan ada di tangan kita. Bangkitkan rasa peduli untuk menyelamatkan Tanah Ulayat warisan nenek moyang guna legacy anak kamanakan di kemudian hari," tutupnya. (***)
Komentar0