SIJUNJUNG, ESSAPERS.COM — Dugaan praktik penyalahgunaan wewenang kembali mencoreng institusi penegak hukum di daerah. Kali ini, sorotan tertuju pada Kejaksaan Negeri Sijunjung, Sumatera Barat, setelah beredarnya surat Dumas yang ditujukan ke Kejati Sumbar terkait adanya dugaan oknum Kejari Sijunjung berinisial DAP yang diduga kuat melakukan intervensi dalam proses tender pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sijunjung.
Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber menyebutkan bahwa pada tender yang tayang di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Sijunjung sejak Mei hingga Juni 2025, terdapat dugaan pengaturan spesifikasi material yang tidak lazim digunakan secara umum.
Oknum Kejari Sijunjung DAP disebut-sebut memberikan tekanan kepada sejumlah Kepala Dinas, Kepala Bidang (Kabid), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPTK) untuk menyetujui penggunaan material bangunan dengan merek tertentu yang tidak umum di pasaran.
Salah satu contohnya adalah pemaksaan penggunaan baja ringan merek KIYA dan atap merek ZIGZAG. Kedua merek ini tidak dikenal secara luas dan diketahui hanya dipasarkan oleh satu distributor tunggal di Sumatera Barat, yakni CV. KSR yang beralamat di Jalan Lolong Karan, Sungai Sapih, Kota Padang. Hal ini menimbulkan dugaan kuat bahwa proses tender telah diarahkan untuk memenangkan pihak-pihak tertentu.
Padahal selama ini, dinas-dinas teknis di Kabupaten Sijunjung lazim menggunakan material baja ringan merek TASO, yang telah teruji mutu dan kekuatannya secara nasional serta memiliki harga yang kompetitif, yakni sekitar Rp110.000 per batang.
Sebaliknya, merek KIYA dipatok dengan harga Rp127.000 per batang, sementara atap ZIGZAG dijual dengan harga Rp148.750 per lembar. Selisih harga yang cukup signifikan ini menimbulkan pertanyaan besar, apa motif di balik pemaksaan penggunaan merek-merek tersebut?
Seorang sales dari distributor CV. KSR, mengungkapkan bahwa pilihan merek tersebut merupakan “rekomendasi langsung” dari oknum Kejari Sijunjung DAP. Pernyataan ini menguatkan dugaan adanya intervensi tidak semestinya dari aparat penegak hukum terhadap proses pengadaan barang dan jasa yang seharusnya bebas dari tekanan dan praktik korupsi.
Lebih mengkhawatirkan lagi, menurut keterangan sejumlah Kabid di beberapa dinas teknis seperti Dinas Kesehatan, Bina Marga, PSDA, Perkim, dan Pendidikan terdapat praktik pengumpulan uang dari para rekanan kontraktor sebagai bentuk “uang pelicin” untuk mendapatkan proyek. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada DAP oknum Kejari Sijunjung tersebut.
“Kami tahu ini salah, tapi kami juga takut. Kalau kami tidak ikut, proyek bisa batal, bahkan bisa ada tekanan dari pihak kejaksaan sendiri,” ungkap salah seorang Kabid yang enggan disebutkan namanya.
Pengakuan ini menunjukkan adanya tekanan sistemik yang dialami oleh pejabat di tingkat bawah. Praktik semacam ini, jika benar adanya, jelas merupakan pelanggaran hukum yang serius serta menciderai asas transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam proses pengadaan pemerintah.
Masyarakat yang mengetahui praktik ini mengaku takut untuk melapor secara resmi karena khawatir akan keselamatan diri dan keluarganya. “Kami ini rakyat biasa, mana mungkin suara kami bisa menang melawan oknum aparat yang punya kuasa,” ungkap seorang warga yang ikut mengamati jalannya proses tender.
Menanggapi hal ini, sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis anti korupsi di Sumatera Barat mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat serta Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera mengambil langkah investigatif dan menindak tegas oknum yang terlibat. Mereka menegaskan pentingnya menjaga marwah institusi kejaksaan agar tidak tercoreng oleh tindakan segelintir aparat yang menyalahgunakan kewenangannya.
Jika dugaan ini terbukti, publik menuntut tindakan hukum yang tegas dan transparan. Penegakan hukum harus berpihak kepada keadilan, bukan pada oknum pelanggar yang berlindung di balik seragam institusi. (*)
Komentar0