ESSAPERS.COM / Pasaman Barat – Aktivitas PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) di Jorong Tombang Mudik, Nagari Sinuruik, Kecamatan Talamau, kembali menghantam logika publik. Setelah penangkapan 4 Orang operator ekskavator pada akhir Agustus 2025, warga berharap situasi berakhir. Namun, kenyataan di lapangan justru sebaliknya: sebuah ekskavator kembali terekam beroperasi di tepi sungai, menggali emas secara terang-terangan.
Rekaman video berdurasi 11 detik yang diterima essapers.com
dari narasumber terpercaya menunjukkan kerusakan nyata: air sungai keruh
kecokelatan, ekosistem rusak, dan batu-batu besar ditata sebagai jalur kerja
alat berat. Fakta ini menghantam nalar masyarakat—bagaimana mungkin aktivitas
sebesar ini lolos dari pengawasan pemerintah nagari? di sinilah nama Wali
Nagari Sinuruik, Frianton, berada di titik sorotan, sehingga menimbulkan
pertayaan dari public : Apakah benar seorang wali nagari tidak mengetahui ada
ekskavator masuk dan bekerja di wilayahnya?, Jika mengetahui, mengapa tidak ada
upaya mencegah atau melapor?, apakah itu bukan bukti kelemahan fatal seorang
pemimpin nagari?.
Ironisnya lagi,
ketika essapers.com mengirimkan konfirmasi resmi pada 13 September 2025 melalui
WhatsApp, Frianton memilih diam. Tidak ada jawaban, tidak ada klarifikasi,
hanya hening.
Diamnya seorang pemimpin di tengah tudingan keras bukan
sekadar kelemahan, tapi bisa terbaca publik sebagai sinyal adanya sesuatu yang
ingin ditutupi.
Dalam percakapan publik, dugaan yang paling keras adalah
adanya upeti atau uang koordinasi dari aktivitas PETI. Dugaan ini bukan asal
bunyi. Warga setempat secara gamblang menyebut adanya setoran kepada pihak
tertentu agar aktivitas tambang tetap berjalan mulus.
Jika benar demikian, maka Frianton tidak hanya sedang mempertaruhkan nama baiknya sebagai wali nagari, tetapi juga berada di jalur berbahaya hukum pidana. Undang-Undang Minerba dan Undang-Undang Lingkungan Hidup dengan jelas menjerat siapa pun yang membiarkan, memfasilitasi, atau bahkan diuntungkan dari aktivitas pertambangan ilegal. Ancaman pidana penjara dan denda miliaran rupiah nyata di depan mata.
Publik menanti jawaban. Bukan sekadar klarifikasi normatif, melainkan jawaban yang jujur. Karena jika kasus ini benar-benar diteruskan ke Polda Sumbar hingga Mabes Polri, maka diamnya seorang wali nagari tidak lagi cukup untuk melindunginya.
PETI di Sinuruik kini bukan hanya soal tambang. Ia telah
berubah menjadi cermin integritas Frianton: apakah ia pemimpin yang berpihak pada
rakyat dan lingkungan, atau pemimpin yang tunduk pada kepentingan tambang
ilegal?
Sebagai Walinagari yang baik tentunya akan memberikan klarifikasi terkait
adanya aktivitas PETI tambang illegal di nagarinya. Klarifikasi tersebut,
Bagaimana ekskavator bisa masuk ke wilayah Sinuruik tanpa
sepengetahuan pemerintah nagari?. Mengapa setelah penindakan polisi, aktivitas
PETI tetap berjalan bebas?
Apakah benar ada aliran dana “tutup mulut” yang membuat
pemerintah nagari memilih bungkam?
Sebagai media, essapers.com menegaskan berita ini disusun dan
dirangkai berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik
Jurnalistik dan menampung info dari public.
Hak jawab sudah diberikan, namun tidak dimanfaatkan oleh
pihak terkait. Maka, investigasi ini diterbitkan untuk kepentingan publik, agar
masyarakat tahu siapa yang sebenarnya bertanggung jawab.
Jika Frianton terus memilih diam, maka diam itu akan berubah
menjadi beban psikologis dan tudingan publik yang semakin berat. (Yandra)


%20-%20Dibuat%20dengan%20PosterMyWall%20(2)%20(1).jpg)
Komentar0