TUd7GSW9TpA6TSG7GUA7BSziGi==

Surat Ditreskrimsus Polda Sumbar Senyap: Korupsi Gedung DPRD Kota Padang, Nasibnya dipertanyakan Publik






ESSAPERS.COM/ PADANG  – Skandal dugaan korupsi pembangunan Gedung DPRD Padang senilai Rp129,2 miliar kembali jadi sorotan tajam. Pasalnya, surat pemanggilan resmi Ditreskrimsus Polda Sumbar terhadap Kepala Dinas PUPR Kota Padang pada Maret 2024 seolah menguap begitu saja tanpa kejelasan tindak lanjut.

Padahal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI secara tegas menemukan kerugian negara sebesar Rp2,2 miliar. Bahkan, proses pengembalian dilakukan secara cicil hingga melewati tenggat 60 hari. Secara hukum, temuan ini cukup kuat untuk melanjutkan perkara.


Surat bernomor B/337/III/RES.3.3/2024/Ditreskrimsus Polda Sumbar, tertanggal 19 Maret 2024, jelas mencatat pemanggilan Kepala Dinas PUPR Padang untuk diperiksa pada 22 Maret 2024. Namun setelah itu, publik tidak pernah lagi mendengar kabar perkembangan penyidikan.

Minimnya informasi membuat publik bertanya: apakah surat pemanggilan hanya formalitas untuk meredam sorotan, atau memang ada upaya serius menegakkan hukum?


Kasus yang tiba-tiba “sunyi” ini menimbulkan keresahan. Beberapa aktivis antikorupsi di Padang menilai diamnya kasus berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.

“Transparansi itu kunci. Kalau kasus menghilang begitu saja, wajar publik curiga ada yang ditutup-tutupi. Padahal hukum jelas: pengembalian kerugian negara tidak serta merta menghapus pidana korupsi,” tegas Rizal, pegiat hukum antikorupsi di Sumbar.


Pasal 4 UU Tipikor menegaskan, pengembalian uang negara tidak menghapuskan tindak pidana. Dengan demikian, alasan sudah ada pengembalian Rp2,2 miliar bukanlah alasan sah untuk menghentikan perkara.

Jika aparat penegak hukum diam, maka publik bisa menafsirkan bahwa hukum sedang dipermainkan. Konsekuensinya tidak main-main: integritas aparat penegak hukum dipertaruhkan, dan kepercayaan masyarakat bisa runtuh.


Wali Kota Padang, Fadly Amran, dan Kadis PUPR Tri Hadiyanto, hingga kini tidak pernah memberi keterangan resmi kepada publik. Sikap diam ini justru memperkuat dugaan adanya sesuatu yang sengaja ditutup-tutupi.

Pertanyaan publik semakin mengemuka:

1. Mengapa setelah ada pemanggilan resmi, kasus mendadak hilang?

2. Apakah ada kekuatan besar yang mencoba mengunci rapat perkara ini?

3. Apakah hukum benar-benar ditegakkan di Sumatera Barat, atau hanya berlaku untuk kalangan kecil yang tak berdaya?


Kasus ini kini bukan sekadar soal uang Rp2,2 miliar. Lebih dari itu, ini adalah ujian integritas aparat hukum di Sumbar. Apakah mereka berani menuntaskan kasus yang menyangkut proyek ratusan miliar rupiah, atau memilih diam dan membiarkan publik semakin curiga? (yd)


Editor: Eric Swid

Komentar0


 

Type above and press Enter to search.