TUd7GSW9TpA6TSG7GUA7BSziGi==

Panas! DPR Harap Skandal Private Jet KPU Cukup Jadi Pelajaran

 

JAKARTA, ESSA PERS.COM — Anggota DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, berharap kasus penggunaan private jet oleh jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak berlanjut ke ranah hukum. Ia menilai persoalan tersebut sebaiknya cukup menjadi pelajaran penting bagi para pejabat publik dalam menggunakan uang negara.

“Saya berharap ya, cuman sampai di situ aja, enggak berlanjut ke mana-mana apalagi ke masalah hukum,” ujar Doli di kompleks parlemen, Kamis (23/10).

Doli yang merupakan mantan Ketua Komisi II DPR, selaku mitra kerja KPU dalam pelaksanaan Pemilu 2024, menilai kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pejabat negara agar berhati-hati dan transparan dalam menggunakan anggaran publik.

“Kasus ini jadi pelajaran, bukan hanya bagi KPU, tapi juga pejabat publik secara umum,” tegasnya.

Menurut Doli, kasus ini juga akan menjadi bahan evaluasi bagi DPR dan pemerintah. Sebab, keduanya turut menyetujui anggaran yang digunakan KPU.

“Kita di DPR dan pemerintah, yang dulu ikut menyetujui anggaran itu, ke depan memang harus lebih cermat dan detail lagi,” kata Doli.

Meski begitu, ia memastikan tidak ada rencana untuk mengganti para komisioner KPU yang terlibat. Hal ini karena putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) hanya memberikan sanksi teguran keras, tanpa merekomendasikan pemberhentian.

“Kalau DKPP sudah memberi teguran keras, ya selesai di situ. Enggak ada rekomendasi untuk diganti,” ujarnya.

Sebelumnya, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada lima dari tujuh komisioner KPU RI, termasuk Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan empat komisioner lainnya: Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.

Selain itu, Sekjen KPU RI Bernard Darmawan juga turut dijatuhi sanksi karena dinilai melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.

Anggota Majelis DKPP, Ratna Dewi Pettalolo, menjelaskan bahwa penggunaan private jet eksklusif dan mewah oleh para komisioner KPU tidak sesuai dengan perencanaan awal.

“Penggunaan private jet tidak sesuai dengan tujuan awal untuk monitoring distribusi logistik di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Dari 59 kali perjalanan, tidak ditemukan satu pun yang menuju daerah distribusi logistik,” ungkap Ratna.

Kasus private jet KPU menuai sorotan tajam publik karena dianggap tidak sensitif terhadap kondisi keuangan negara. Meski sudah dijatuhi sanksi etik, banyak pihak menilai perlu adanya transparansi dan pembenahan sistem anggaran agar kejadian serupa tidak terulang.

Sementara itu, DPR menekankan pentingnya agar kasus ini tidak melebar ke ranah hukum, melainkan menjadi evaluasi menyeluruh bagi tata kelola keuangan lembaga negara.

Komentar0


 

Type above and press Enter to search.