TUd7GSW9TpA6TSG7GUA7BSziGi==

Skandal Emas Solok Selatan: Jejak Suap, Anggota Dewan, dan Polri di Balik Tambang Ilegal, Alam Jadi Korban!


Solok Selatan (essapers.com) —
Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Solok Selatan tampaknya bukan sekadar pekerjaan tambang rakyat biasa. Berdasarkan hasil penelusuran tim investigasi Essapers.com dan sumber internal berstatus A1, terungkap adanya pola bisnis ilegal yang terorganisir rapi, melibatkan pemodal kuat, alat berat berskala besar, serta dugaan keterlibatan sejumlah pejabat publik termasuk anggota DPRD aktif Kabupaten Solok Selatan.

Dari total 7 kecamatan dan 39 nagari, titik paling aktif berada di Sangir, Sangir Batang Hari, dan Sei Pagu. Wilayah-wilayah ini disebut-sebut sebagai “zona emas” yang kini menjadi ladang praktik tambang liar dengan perlindungan “khusus”.

Seorang sumber terpercaya mengungkapkan, sebagian alat berat dan modal PETI diduga berasal dari jaringan politik lokal.

“Yang punya alat bukan orang biasa. Ada anggota dewan, bahkan pemodal dari partai besar yang duduk di DPRD sekarang,” ungkap narasumber, meminta identitasnya dirahasiakan.

Dalam laporan investigasi Essapers.com, disebut dugaan keterlibatan oknum anggota dewan dari Partai Golkar di Sei Pagu, Partai Gerindra di Sangir, dan Partai NasDem di Sangir Batang Hari.
Ketiganya diduga menjadi penyandang dana utama kegiatan PETI, dengan sistem bagi hasil yang dikendalikan koordinator lapangan.

Lebih jauh, sumber juga mengungkapkan adanya praktik suap terstruktur yang dibungkus istilah “uang payung” atau “uang koordinasi”, dengan nominal sekitar Rp 35 juta per unit alat berat yang beroperasi.
Dana tersebut diduga mengalir ke sejumlah oknum Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk individu di lingkungan Polres Solok Selatan dan Ditreskrimsus Polda Sumatera Barat.

“Kalau sudah setor, aman. Kalau belum, siap-siap alatnya diangkut,” kata seorang operator tambang di lokasi.

Praktik seperti ini jelas melanggar Pasal 5 dan 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, dengan ancaman pidana hingga 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar.

Tim investigasi menemukan dampak ekologis di sepanjang Sungai Batanghari, Sungai Batang Sangir, dan Sungai Lubuk Gadang.
Air yang dulunya jernih kini berwarna keruh dan berbau logam berat. Sawah warga kehilangan kesuburan, dan ikan air tawar hampir punah.

Beberapa warga di Sangir Jujuan dan Pauh Duo kini harus membeli air galon untuk kebutuhan sehari-hari.

“Dulu air sungai bisa langsung diminum, sekarang kalau diciduk warnanya kayak kopi susu,” ujar seorang warga setempat dengan nada getir.

Selain kerusakan alam, PETI juga menciptakan ketimpangan sosial: sebagian warga mendapat keuntungan dari tambang, sementara lainnya menanggung dampaknya tanpa kuasa.

Menanggapi temuan ini, Kapolres Solok Selatan AKBP Faisal Perdana menyampaikan tanggapan resmi melalui pesan WhatsApp kepada redaksi Essapers.com :

“Polres Solok Selatan berkomitmen penuh memberantas segala bentuk illegal mining. Siapa pun yang terbukti terlibat, akan kami tindak tegas sesuai hukum. Jika ada bukti yang kuat, kami akan tindak lanjuti dan usut tuntas. Tidak ada kompromi dalam hal ini.
Saya tegaskan bahwa informasi adanya penerimaan uang atau backing dari pihak tambang ilegal adalah tidak benar. Komitmen Polres Solok Selatan adalah memberantas illegal mining secara tuntas, bukan melindunginya. Hal tersebut bertolak belakang dengan upaya penindakan yang sudah kami lakukan selama ini.”

Percakapan dengan Kanit Tipidter : Antara Konfirmasi dan Keheningan

Sementara itu, konfirmasi melalui WhatsApp dengan Kanit Tipidter Polres Solok Selatan, Ipda Hengki, berlangsung cukup panjang namun menyisakan tanda tanya.

“Izin Pak, kalau boleh saya menjawab, semua ini adalah hoax. Kami tetap komitmen untuk memberantas ilegal mining di wilayah hukum Polres Solsel. Beberapa hari ke depan kami akan lakukan gakkum (penegakan hukum). Mohon doanya.”

Namun ketika reporter menanyakan bagian mana yang disebut hoax, mengingat temuan lapangan memperlihatkan alat berat nyata, kerusakan sungai yang jelas, dan warga yang dapat menunjukkan lokasi aktivitas PETI, Ipda Hengki tidak menjawab secara langsung, hanya menyampaikan :

“Petunjuknya Pak, doakan kami tetap profesional. Doakan harkamtibmas di Solsel tetap terjaga. Doakan kami bisa melakukan penegakan hukum dan terhindar dari konflik dengan masyarakat. Sehingga kami bisa menjadi polisi yang dicintai masyarakat.”

Ketika kembali dikonfirmasi secara spesifik mengenai bagian mana dari temuan lapangan yang dianggap hoax, Ipda Hengki menutup percakapan dengan pernyataan diplomatis:

“Kami selaku APH di wilayah Solsel tetap komitmen dengan perintah pimpinan kami, yakni tidak mentolerir segala bentuk aktivitas ilegal mining. Semoga paham dengan penjelasan kami.”

Percakapan pun berakhir tanpa jawaban konkret mengenai bagian yang dianggap tidak benar dari hasil investigasi lapangan.


Jika benar ada aliran dana, keterlibatan politik, dan pembiaran terhadap aktivitas tambang ilegal di Solok Selatan, maka persoalan ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi bentuk korupsi sistemik dan kejahatan ekologis yang melukai keadilan sosial.

Namun di sisi lain, pernyataan resmi Kapolres dan Kanit Tipidter menunjukkan masih adanya komitmen penegakan hukum meski publik menanti bukti nyata di lapangan, bukan sekadar janji dan rencana penindakan.

Redaksi Essapers.com akan terus menelusuri :. Jejak politik dan aliran dana di balik kegiatan PETI. Dugaan praktik “uang koordinasi” di antara pemodal dan aparat.. Dampak ekologis dan sosial terhadap warga di tujuh kecamatan terdampak.


Liputan lanjutan akan segera terbit:


“Dari Sungai ke Meja Pejabat: Menelusuri Jejak Uang Payung PETI Solok Selatan.”

Yandra D T Putra - Kabiro Umum essapers.com Sumatera Barat

Komentar0


 

Type above and press Enter to search.