SAWAHLUNTO (essapers.com) – Sudah lebih dari 54 hari sejak Presiden Prabowo Subianto secara tegas memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk menindak seluruh aktivitas tambang ilegal di Indonesia. Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. Di Muaro Kalaban, Kota Sawahlunto, aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) masih berlangsung bebas hingga Kamis, 9 Oktober 2025.
Pantauan dari unggahan Akun Tiktok Padang TV memperlihatkan kondisi memprihatinkan : aliran sungai di kawasan Aia Dingin rusak parah, warna air berubah keruh, dan lahan pemukiman warga terancam longsor. Padahal, lokasi tersebut hanya berjarak sekitar 50 hingga 70 meter dari Jalan Nasional, tepat di jalur strategis yang seharusnya mudah dipantau aparat.
“Setelah rapat Forkopimda Provinsi Sumatera Barat membahas penanganan tambang ilegal, ternyata masih saja ada aktivitas di lapangan. Sudah sebulan lebih, tapi nyatanya alat berat masih bekerja,” ujar seorang warga Muaro Kalaban yang terekam dalam laporan lapangan.
Dalam Pidato Kenegaraan 15 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto menegaskan agar seluruh aparat penegak hukum menindak tegas tambang ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara. Namun, laporan terbaru menunjukkan lemahnya penegakan di tingkat daerah.
Kegiatan PETI di Sawahlunto disebut-sebut melibatkan alat berat jenis ekskavator yang bekerja siang dan malam. Ironisnya, meski sudah ramai diberitakan, hingga kini belum ada tindakan nyata dari pihak Polres Sawahlunto maupun Polda Sumbar.
Rusaknya aliran sungai di Muaro Kalaban membuat sistem irigasi warga lumpuh total. Air yang sebelumnya jernih kini berubah pekat akibat lumpur tambang. Para petani di daerah Aia Dingin mengaku kehilangan sumber air bersih, bahkan sebagian lahan pertanian mereka mulai tak bisa ditanami lagi.
“Kami tidak bisa lagi menggunakan air sungai. Sawah jadi kering, ikan mati, dan air sumur pun mulai keruh,” keluh warga setempat kepada Padang TV.
Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas PETI bukan hanya mencuri kekayaan negara, tapi juga melanggar hak hidup masyarakat lokal dan mengancam ekosistem sungai yang menjadi sumber utama air bersih di wilayah tersebut.
Aktivitas PETI jelas melanggar: Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba, dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar bagi pelaku tambang tanpa izin.
Pasal 161 UU Minerba, yang menjerat pihak mana pun yang membantu, melindungi, atau memfasilitasi tambang ilegal.
Namun, hingga kini belum ada keterangan resmi dari aparat penegak hukum setempat, meskipun publik menilai aktivitas tersebut sudah sangat terang benderang.
Publik kini menantikan langkah konkret dari Kapolda Sumbar Irjen Gatot dan Kapolres Sawahlunto AKBP Simon Yana Putra, SIK MH untuk menegakkan perintah Presiden dan membersihkan wilayah hukum mereka dari aktivitas ilegal. Jika dibiarkan, kepercayaan publik terhadap aparat akan semakin luntur, dan Sumatera Barat akan dikenal bukan karena budayanya yang luhur, tapi karena lemahnya hukum terhadap perusakan alam.
Tambang ilegal di Muaro Kalaban bukan sekadar masalah ekonomi gelap, tapi cermin nyata kegagalan koordinasi penegakan hukum. Sementara masyarakat menanggung kerusakan lingkungan, para pelaku tambang diduga masih bebas beroperasi di bawah bayang-bayang pembiaran. Laporan ini menjadi alarm bagi seluruh pemangku kepentingan: jika hukum tak segera ditegakkan, maka bencana ekologis tinggal menunggu waktu.
Reporter: Yandra D T Putra Editor: Tim Redaksi ESSAPERS.COM Sumber: Dilansir dari Padang TV dan penelusuran lapangan Muaro Kalaban, Sawahlunto.
Komentar0