TUd7GSW9TpA6TSG7GUA7BSziGi==

3. Kuasai Politik dan Tambang, Nama Sherly Tjoanda Jadi Sorotan Jatam

 


Jakarta, Essa pers.com  Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) bersama Simpul Jatam Maluku Utara menyoroti dugaan gurita bisnis ekstraktif yang dikaitkan dengan keluarga Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda.
Temuan ini menyoroti adanya konsentrasi kekuasaan dan kepentingan ekonomi yang saling berkelindan di sektor tambang, terutama setelah Sherly menduduki jabatan politik di provinsi tersebut.

Koordinator Jatam, Melky Nahar, mengatakan pihaknya menemukan hubungan erat antara kepentingan politik dan bisnis tambang di wilayah Maluku Utara. Menurutnya, kondisi ini membuka ruang konflik kepentingan serius yang bisa merusak tata kelola sumber daya alam.

“Kami menemukan keterhubungan antara jabatan publik dan kepemilikan perusahaan tambang di wilayah Maluku Utara. Ketika kekuasaan dan bisnis berjalan beriringan, rakyat kehilangan ruang hidupnya,” ujar Melky dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 31 Oktober 2025.

Melky menjelaskan, hasil pemetaan Jatam menunjukkan bahwa Sherly Tjoanda tidak hanya berperan sebagai pejabat publik, tetapi juga memiliki keterkaitan langsung dengan sejumlah perusahaan tambang di sektor nikel, emas, tembaga, dan pasir besi.

“Sherly dan keluarganya mengendalikan jaringan perusahaan melalui Bela Group, konsorsium bisnis keluarga Laos–Tjoanda yang bergerak di sektor sumber daya alam dan konstruksi,” ungkap Melky.

Beberapa perusahaan yang disebut dalam laporan Jatam antara lain PT Karya Wijaya (tambang nikel di Gebe), PT Bela Sarana Permai (pasir besi di Obi), PT Amazing Tabara (emas), PT Indonesia Mas Mulia (emas dan tembaga), serta PT Bela Kencana (nikel).

Melky juga menyebut adanya pergeseran kepemilikan saham besar-besaran di akhir tahun 2024, ketika Sherly resmi menjadi pemegang saham mayoritas PT Karya Wijaya dengan porsi 71 persen, menggantikan almarhum suaminya, Benny Laos.
Tiga anak mereka juga masing-masing memegang delapan persen saham, menandai alih kendali bisnis keluarga ke tangan Sherly.

“Ketika pejabat publik menjadi pengendali perusahaan yang beroperasi di wilayahnya sendiri, kebijakan publik akan bias dan pengawasan menjadi lemah,” tegas Melky.

Sementara itu, Sherly Tjoanda memilih bungkam saat dikonfirmasi mengenai kepemilikan saham mayoritas di PT Karya Wijaya.
Sikap diam itu ditunjukkannya usai menghadiri rapat bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, pada Rabu, 22 Oktober 2025.

“Kita komunikasi urusan KPK saja,” ujar Sherly singkat saat meninggalkan gedung KPK.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik karena dianggap mencerminkan praktik kekuasaan yang berpotensi menciptakan oligarki sumber daya alam, di mana politik dan bisnis bertemu dalam satu lingkaran kepentingan.

Komentar0


 

Type above and press Enter to search.