Solok Selatan (essapers.com) — Sungai yang dulu menjadi sumber kehidupan, kini berubah menjadi jalur uang kotor. Lumpur emas dari dasar Batang Sangir mengalir bukan hanya ke mesin dompeng, tapi juga menurut sejumlah sumber ke meja para pejabat, aparat, dan elit politik lokal.
Di balik gemuruh mesin alat berat yang menyalak siang dan malam, tersembunyi satu sistem ekonomi gelap yang rapi, terukur, dan diamankan dengan pola yang disebut warga sebagai “uang payung” sejenis dana perlindungan agar aktivitas tambang ilegal (PETI) bisa tetap berjalan mulus tanpa gangguan aparat.
Dari hasil penelusuran tim investigasi Essapers.com selama dua pekan di lapangan, ditemukan bahwa setiap unit alat berat yang beroperasi di kawasan Sangir, Sei Pagu, dan Sangir Batang Hari dikenakan “setoran koordinasi” sebesar Rp 30–35 juta per bulan. Dana ini dikumpulkan oleh koordinator lapangan (korlap) yang umumnya merupakan tangan kanan pemodal atau orang kepercayaan di lingkar politik.
Aliran dana ini tidak berhenti di level korlap. Menurut dua sumber internal di lokasi yang memiliki data pembayaran dan komunikasi grup tertutup WhatsApp para operator tambang, uang payung ini mengalir ke beberapa jalur, yakni:
Oknum di tingkat Polres dan Polda,, Oknum pejabat daerah tertentu yang berperan menutup mata,
dan sebagian untuk biaya “lobi aman” ke sektor politik lokal.
“Biasanya uang dikumpulkan per minggu, disetor ke satu nama. Orang itu nanti yang atur siapa yang kebagian,” ungkap seorang sopir alat berat yang bekerja di kawasan Sangir Batang Hari. “Kalau belum setor, siap-siap alat ditarik, katanya perintah dari atas.”
Hasil investigasi tahap pertama yang diterbitkan Essapers.com sebelumnya mengungkap dugaan keterlibatan tiga kelompok politik besar di Solok Selatan:
Oknum anggota DPRD Partai Golkar di wilayah Sei Pagu, Oknum anggota DPRD Partai Gerindra di Sangir, Oknum anggota DPRD Partai NasDem di Sangir Batang Hari.
Keterlibatan mereka tidak bersifat formal, tetapi melalui modal usaha dan pemberian akses terhadap alat berat, bahan bakar, hingga pekerja lapangan. Dalam beberapa kasus, disebut pula adanya peran pihak eksternal dari luar Solok Selatan yang menyalurkan alat berat dengan sistem “bagi hasil 60–40”.
“Ini sudah seperti perusahaan besar, tapi tanpa izin. Ada manajer lokasi, ada bagian logistik, ada tim keamanan, dan ada jatah untuk oknum di atas,” kata seorang mantan pengelola lokasi PETI di Sei Pagu yang kini memilih berhenti setelah terjadi konflik antar kelompok pekerja.
Essapers.com juga menelusuri jejak kerusakan lingkungan di sepanjang Sungai Batang Sangir dan Batanghari Hulu, tempat sebagian besar aktivitas PETI dilakukan. Hasil uji cepat kualitas air yang dilakukan bersama komunitas pemerhati lingkungan lokal menunjukkan tingkat kekeruhan dan kandungan logam berat di atas ambang batas aman.
“Kalau diambil airnya sekarang, warnanya cokelat tua dan baunya seperti oli bekas,” ujar Marlan, petani di Nagari Lubuk Gadang. “Dulu kami bisa minum air sungai dan mandi di situ. Sekarang sawah rusak, ikan mati, dan kulit gatal kalau kena airnya.”
Kerusakan ini belum ditangani secara serius oleh pemerintah daerah. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Solok Selatan ketika dikonfirmasi hanya menyebutkan, “Kami sedang menunggu instruksi untuk turun ke lapangan.” Namun sampai berita ini ditulis, belum ada laporan resmi audit lingkungan yang dilakukan di titik-titik aktivitas tambang ilegal.
Ketika Essapers.com meminta klarifikasi, Kapolres Solok Selatan AKBP Faisal Perdana menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menerima uang koordinasi dan tetap berkomitmen untuk memberantas segala bentuk tambang ilegal.
Namun, sumber internal Essapers.com di tingkat operator tambang dan korlap menyebut ada periode “aman” setelah setoran dilakukan, di mana aktivitas PETI berjalan tanpa gangguan razia. Bahkan di beberapa lokasi, pengamanan justru dilakukan oleh oknum berseragam, yang disebut warga sebagai “tim lapangan”, padahal status resminya tidak jelas.
“Kalau tim itu datang, orang-orang diam. Mereka bukan masyarakat, tapi juga bukan polisi yang sering patroli. Kami hanya disuruh jangan ribut,” ujar seorang warga Sei Pagu yang menjadi saksi mata keberadaan kelompok tersebut.
Dugaan Arah Uang dan Jejak Digital, Tim Essapers.com berhasil memperoleh rekaman percakapan WhatsApp dan bukti transfer antar rekening dengan nominal belasan juta rupiah yang disebut-sebut bagian dari mekanisme “uang payung”. Bukti ini sedang diverifikasi lebih lanjut bersama sumber internal di lembaga keuangan untuk memastikan identitas penerima dan keterkaitannya dengan pihak berwenang.
Selain itu, beberapa dokumen berupa nota pembelian solar, data sewa alat berat, dan pernyataan tertulis dari operator tambang menunjukkan adanya konsistensi dalam sistem pembiayaan ilegal yang mengalir rutin seperti perusahaan bayangan dengan sistem setoran.
Jika pola Korupsi Sistemik dan Kejahatan Ekologis benar adanya, maka aktivitas PETI di Solok Selatan bukan sekadar pelanggaran perizinan, melainkan kejahatan terorganisir lintas sektor:
Korupsi dan suap terstruktur,. Keterlibatan politisi aktif dan aparat penegak hukum,, Kerusakan lingkungan yang massif, Dan lemahnya pengawasan pemerintah daerah.
Ujung dari semua aliran ini tetap kembali ke satu sumber: emas yang tak hanya mengubah warna sungai, tapi juga mencoreng wajah keadilan di daerah yang kaya namun rapuh oleh kompromi moral.
.jpg)
%20-%20Dibuat%20dengan%20PosterMyWall%20(2)%20(1).jpg)
Komentar0