JAKARTA, ESSAPERS.COM– Dua proyek transportasi kebanggaan Republik Indonesia, Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) dan maskapai Garuda Indonesia, tengah diterpa krisis besar akibat utang yang menumpuk dan dugaan korupsi yang membelit.
Kereta cepat Whoosh tercatat memiliki utang mencapai Rp120 triliun kepada China. Sementara Garuda Indonesia dibebani utang lebih besar lagi, yakni Rp185 triliun, kepada sejumlah kreditur, mulai dari lessor pesawat hingga penyedia layanan.
Tak hanya soal utang, kedua proyek ini juga diduga menjadi bancakan korupsi. Whoosh disebut-sebut mengalami pembengkakan biaya konstruksi hingga tiga kali lipat. Sedangkan Garuda, sejak lama diterpa kasus korupsi terkait pengadaan pesawat, suku cadang, hingga katering penumpang.
Belakangan, pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi Danantara (BPI Danantara) dikabarkan menggelontorkan dana Rp30 triliun ke Garuda Indonesia melalui skema private placement. Suntikan dana ini diklaim untuk menyehatkan kinerja Garuda, yang kini hanya bisa mengoperasikan 40 pesawat akibat ketidakpercayaan mitra dan keterbatasan aset.
Namun kebijakan ini menuai kritik. Para pemerhati menyebut langkah itu hanya akan jadi “bancakan” baru, terutama jika kasus korupsi di tubuh Garuda tidak dibongkar tuntas. Banyak pihak mendorong agar dana tersebut lebih baik dialihkan untuk menyelesaikan utang langsung kepada kreditur dan membersihkan manajemen dari oknum koruptor.
Berbeda dengan Garuda yang terancam bangkrut, Whoosh dinilai masih memiliki prospek cerah dalam jangka panjang. Sejak beroperasi pada 2023 hingga Oktober 2025, kereta cepat ini sudah melayani lebih dari 12 juta penumpang.
China menyetujui restrukturisasi pembayaran utang Whoosh menjadi cicilan Rp2 triliun per tahun selama 60 tahun, mulai 2026. Hal ini didasari oleh proyeksi positif atas potensi bisnis Whoosh, apalagi jika rute diperluas hingga Surabaya seperti rencana awal.
Banyak pengamat menilai, perpanjangan rute Whoosh dari Bandung ke Surabaya akan berdampak besar pada peningkatan jumlah penumpang, dan menjadi solusi transportasi massal modern yang menguntungkan negara dan rakyatnya.
Melihat situasi ini, publik semakin mendesak pemerintah agar bertindak tegas. Semua pelaku korupsi di balik proyek Whoosh dan Garuda diminta diproses hukum hingga tuntas.
Dalam situasi dilema ini, banyak ekonom dan praktisi transportasi sepakat: prioritas anggaran seharusnya diberikan kepada proyek yang masih punya harapan hidup dan tumbuh, yakni Whoosh. Dana Rp30 triliun yang rencananya disuntikkan ke Garuda dinilai lebih produktif jika dipakai untuk membangun kelanjutan jalur Whoosh hingga Surabaya.
“Transportasi publik itu harus untung. Kalau proyek rugi, pasti ada korupsi,” ujar seorang analis transportasi publik.

%20-%20Dibuat%20dengan%20PosterMyWall%20(2)%20(1).jpg)
Komentar0